PERANAN PEKERJA SOSIAL
PERANAN PEKERJA SOSIAL
1. Sebagai Advocate
Pekerja sosial berfungsi membantu memecahkan masalah. Artinya, pekerja sosial harus siap menerima keluhan dan kemungkinan hambatan-hambatan yang dihadapi kelompok, untuk selanjutnya membantu mencari alternatif pemecahan masalah atau mencari narasumber lain/ahli yang berkompeten yang dapat mencari jalan keluar yang maksimal.
2. Sebagai Moderator
Didasarkan pada situasi, terdapat 5 (lima) tingkah laku yang diharapkan dilakukan dalam memerankan peranan sebagai mediator yaitu :
a. Mengidentifikasi latar belakang keterpisahan anatara dua orang yang mempunyai persepsi yang bebeda atau mengalami self interest yang komplek, yang sebelumnya bisa dipertemukan.
b. Mengidentifikasi hambatan-hambatan/rintangan dan mencari jalan atau saluran yang bisa mengatasi hambatan tersebut agar kedua hal terpisah tadi bisa ketemu.
c. Menentukan batas-batas situasi.
d. Memberikan proyeksi image dari seseorang sebagai orang yang berdiri untuk kesejahteraan kedua orang terpisah tadi.
3. Sebagai Broker
Dalam fungsinya sebagai broker (penghubung sumber), pekerja sosial bertugas untuk menjadi penghubung. Pekerja sosial juga harus menjalin kemitraan guna mewujudkan kerja sama, serta membina kelangsungan kerja sama tersebut. Untuk itu, pekerja sosial selaku broker harus dapat memerankan perannya yaitu :
a. Mengetahui sumber-sumber.
b. Menghemat sumber-sumber.
c. Menciptakan sumber-sumber yang tidak ada.
4. Sebagai Fasilitator
Seseorang pekerja sosial bertugas untuk memfasilitasi kesenjangan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dihadapi penerima pelayanan, juga bertugas untuk melakukan evaluasi dan monitoring terhadap berbagai indikator capaian program bimbingan spiritual. Dalam hal ini pekerja sosial harus melakukan-kegiatan-kegiatan :
a. Memberikan gambaran singkat pada instruktur tentang gambaran umum klien.
b. Memeberikan keempatan kepada insturktur untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan bimbingan spiritual.
c. Kepada klien diminta untuk menyampaikan secara cermat dan mencatat.
d. Fasilitator memberikan catatan tentang perkembangan klien.
5. Sebagai Motivator
Seseorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menggugah, menggerak dan membuat klien dinamis. Dia juga harus berani mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu mengembangkan profesinya.
http://www.google.co.id/webhp?hl=id&tab=ww
PERANAN PEKERJA SOSIAL: MODEL DAN STRATEGI
Paradigma generalis dapat memberi petunjuk mengenai fungsi
kegiatan-kegiatan pembimbingan sosial serta menunjukkan peranan-peranan dan
strategi-strategi sesuai dengan fungsi tersebut. Mengacu pada Parsons,
Jorgensen dan Hernandez (1994), ada beberapa peran pekerjaan sosial dalam
pembimbingan sosial. Lima peran di bawah ini sangat relevan diketahui oleh para
pekerja sosial yang akan melakukan pembimbingan sosial.
Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering
disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan
satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:188),
“The traditional role of enabler in social work implies education,
facilitation, and promotion of interaction and action.” Selanjutnya Barker
(1987) memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab untuk
membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau
transisional.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan
pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan
kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah menjadi
beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus
pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987:49).
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap
perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien
sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan
klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama
(Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Parsons, Jorgensen dan Hernandez
(1994:190-203) memberikan kerangka acuan mengenai tugas-tugas yang dapat
dilakukan oleh pekerja sosial:
· Mendefinisikan
keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan.
· Mendefinisikan
tujuan keterlibatan.
· Mendorong
komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan.
· Memfasilitasi
keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem: menemukan kesamaan dan
perbedaan.
· Memfasilitasi
pendidikan: membangun pengetahuan dan keterampilan.
· Memberikan
model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan masalah bersama: mendorong
kegiatan kolektif.
· Mengidentifikasi
masalah-masalah yang akan dipecahkan.
· Memfasilitasi
penetapan tujuan.
· Merancang
solusi-solusi alternatif.
· Mendorong
pelaksanaan tugas.
· Memelihara
relasi sistem.
· Memecahkan
konflik.
Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham
dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang beroker berusaha untuk
memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat
memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker,
klien meyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal,
pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari.
Dalam konteks PM, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh
berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal,
dalam PM terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja sosial melakukan
transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan pelayanan sosial. Pemahaman pekerja
sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar
lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya
memperoleh “keuntungan” maksimal.
Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam
melakukan peranan sebagai broker:
· Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber
kemasyarakatan yang tepat.
· Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara
konsisten.
· Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhan klien.
Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah
dijelaskan di muka. Peranan sebagai broker mencakup “menghubungkan klien dengan
barang-barang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Dengan
demikian ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu:
menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods and services) dan
pengontrolan kualitas (quality control). Parsons, Jorgensen dan Hernandez
(1994:226-227) menerangkan ketiga konsep di atas satu per satu:
· Linking adalah proses menghubungkan orang
dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber
yang diperlukan. Linking juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada orang
mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga meliputi
memperkenalkan klien dan sumber referal, tindak lanjut, pendistribusian sumber,
dan meenjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat diterima oleh klien.
· Goods meliputi yang nyata, seperti makanan,
uang, pakaian, perumahan, obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran
pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, semisal
perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak.
· Quality Control adalah proses pengawasan yang
dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus
menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa
pelayanan memiliki mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Dalam proses pendampingan sosial, ada dua pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial:
· Pengetahuan dan keterampilan melakukan
asesmen kebutuhan masyarakat (community needs assessment), yang meliputi: (a)
jenis dan tipe kebutuhan, (b) distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan
pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalam
menjangkau pelayanan (lihat makalah penulis mengenai metode dan teknik pemetaan
sosial untuk mengetahu cara-cara mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat).
· Pengetahuan dan keterampilan membangun
konsorsium dan jaringan antar organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk: (a)
memperjelas kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) mendefinisikan peranan
lembaga-lembaga, (c) mendefinisikan potensi dan hambatan setiap lembaga, (d)
memilih metode guna menentukan partisipasi setiap lembaga dalam memecahkan masalah
sosial masyarakat, (e) mengembangkan prosedur guna menghindari duplikasi
pelayanan, dan (f) mengembangkan prosedur guna mengidentifikasi dan memenuhi
kekurangan pelayanan sosial.
Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis.
Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok
dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson (1986)
memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai “fungsi
kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem
lingkungan yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran
mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta
berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dilakukan pada
hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-menang” (win-win solution).
Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela dimana bantuan pekerja sosial
diarahkan untuk memenangkan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya
sendiri.
Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik dan
keterampilan yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator:
· Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
· Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak
lain.
· Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi
kepentingan bersama.
· Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan
kalah.
· Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan
tempat yang spesifik.
· Membagi konflik kedalam beberapa isu.
· Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka
lebih memiliki manfaat jika melanjutkan sebuah hubungan ketimbang terlibat
terus dalam konflik.
· Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau
berbicara satu sama lain.
· Gunakan prosedur-prosedur persuasi.
Pembela
Dalam praktek PM, seringkali pekerja sosial harus berhadapan sistem
politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien
atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan
dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekeja sosial haru memainkan
peranan sebagai pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasi merupakan
salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan
politik.
Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case advocacy)
dan advokasi kausal (cause advocacy) (DuBois dan Miley, 1992; Parsons,
Jorgensen dan Hernandez, 1994). Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas
nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus.
Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah
individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Rothblatt (1978) memberikan beberapa model yang dapat dijadikan
acuan dalam melakukan peran pembela dalam PM:
· Keterbukaan – membiarkan berbagai pandangan
untuk didengar.
· Perwakilan luas – mewakili semua pelaku yang
memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan.
· Keadilan – memiliki sesuah sistem kesetaraan
atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan
perbandingan.
· Pengurangan permusuhan – mengembangkan sebuah
keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan.
· Informasi – menyajikan masing-masing
pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis.
· Pendukungan – mendukung patisipasi secara
luas.
· Kepekaan – mendorong para pembuat keputusan
untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan
posisi-posisi orang lain.
Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh
hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi
pelindung (protector) terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam
melakukan peran sebagai pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak
berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang berisiko lainnya.
Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan berbagai kemampuan yang
menyangkut: (a) kekuasaan, (b) pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan
sosial.
Prinsip-prinsip peran pelindung meliputi:
· Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama.
· Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses
perlindungan.
· Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan
sesuai dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional praktek pekerjaan sosial.
Hayyy..slam kenal ya...
ReplyDeleteKalo fungsi dan peranan PekSos di lembaga Puskesmas ada yang tau nggak??
Lw fungsi dan peranan di puskesmas itu peksos medis. Peksos medis itu bekerja di bidang kesehatan.. lebih lanjut silakan liat PEKSOS MEDIS untuk lebih memahami..
ReplyDeleteAss kak..
ReplyDeletemau nanya refrensi peran peksos yg menurut parsons apaan ya? soalnya aku buat refrensi skripsi
udah nyari peran peksos menurut para ahli yg sesuai (fasilitator, motivator sama konselor) gak pernah nemu...
dappusnya dong
ReplyDeleteHai kk, kalau boleh tau sumber bukunya dari mana ya ?? terutama ke 5 peran itu .
ReplyDeleteSumbernya dari mana ya say..
ReplyDelete