Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis
Pengertian Gepeng
Istilah “gepeng”
merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Menurut
Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah
orang-orang yang hidup dalam keadaan
tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak
dalam masyarakat setempat serta
tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup
mengembara di tempat umum. “Pengemis” adalah
orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan
berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang.
Ada tiga
gambaran umum gelandangan, yaitu :
(1) sekelompok
orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya
(2) orang yang
disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai
(3) orang yang
berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan.
Pemberdayaan
gelandangan dan pengemis
Menangani gelandangan dan pengemis dengan berbagai
program stimulasi macam apapun tidak akan menyelesaikan masalah pengemis,
karena mereka menikmati dirinya berada dalam circumstance seperti itu,
mereka adalah residu dari kelompok-kelompok orang yang tidak mampu berkompetisi
dengan manusia lainnya. Jadilah mereka mengemis, mencari uang dari sektor yang
tidak produktif. Demikian juga, menertibkan rumah kumuh untuk tata kota dengan
paksa lebih efektif ketimbang “menyuluhi” mereka, yang belum tentu hasilnya.
Mengejar-ngejar anak jalanan agar mereka ke rumah keluarga atau rumah
perlindungan anak, atau bahkan menempatkan mereka di bangku sekolah sekalipun,
tidak akan menggerakan mereka manjadi murid yang baik. Tetap saja kembali ke
jalalan dan berkeliaran. Hidup di jalanan menyenangkan, dapat uang, nengak
minuman keras sepuasnya, mendapatkan pengalaman seksual sedini mungkin, ngopi
sampai pagi, dan tidak ada aturan standar. Itu membuat mereka “menemukan” dan
“menjadi” individu yang memiliki otoritas, otonomi pada sumber daya di jalanan,
dan memiliki mitos-mitos personal dan kelompok atas nilai-nilai yang juga
dibangun dari jalanan.
Hal – hal
yang perlu diberdayakan pada gelandangan dan pengemis:
1.
produktif (life skill) untuk
kehidupan seperti keberfungsian sosialnya untuk dapat bekerja secara
produktif,
2.
kepekaan memilih peluang (soft
skill) untuk usaha jadi meskipun pengemis ini sudah diberikan pelatihan ia
sadar dan peka bahwa dirinya mampu untuk bekerja sehingga berhenti
meminta-minta atau mengemis
3.
tentang nilai-nilai-nilai atau
prinsip yang baik dan tidak baik menurut norma-norma yang menjadi standar yang
berguna untuk bemasyarakat dan memelihara hubungan dengan yang Maha Kuasa.
Sentuhan-sentuhan komunikasi kita dengan mereka akan
membuka ruang-ruang privat atau agenda “perencana” menjadi penting agar
diketahui mereka, hal ini akan menstimulasi bahwa mereka semakin tahu prioritas
kita. Sementara di lain pihak peningkatan empatitis kita juga akan semakin
masuk pada keinginan dan agenda privat mereka. Percayalah bahwa kemampuan
saling membuka diri adalah awal yang baik untuk sharing dan dialog, dan
terciptanya dialog adalah awal yang tepat untuk membangun kepentingan bersama.
Dan dari sanalah hasil perubahan dan resikonya senantiasa memunculkan
kebanggaan dan tanggung jawab bersama.
Comments
Post a Comment