Lansia Terlantar


A.    Lanjut Usia Terlantar

1.      Definisi Lansia Terlantar
Lansia terlantar adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentutidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosialnya. Lansia terlantar adalah mereka yang tidak memiliki sanak saudara, atau punya sanak saudara tapi tidak mau mengurusinya.
Sedang menurut UU No. 13/ 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, dinyatakan lebih sempit lagi bahwa, lansia adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun keatas. Ada juga dalam UU No. 13/ 1998 dinyatakan bahwa ada dua kelompok Lanjut Usia (Lansia) yaitu:
a)      Lanjut Usia Potensial, adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatanyang dapat menghasilkan barang dan atau jasa.
b)      Lanjut Usia tidak Potensial, adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Ada beberapa tipe orang lanjut usia menurut R. Boedhi dan Darmojo dalam buku geriatri FKUI 1999, diantaranya adalah:
a)      Tipe Konstruktif
Orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristik, fleksibel (luwes), dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami masa pensiun dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
b)      Tipe Ketergantungan (dependent)
Orang ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.
c)      Tipe Defensif
Orang ini dahulu biasanya mempunyai pekerjaan/jabatan tetapi tak stabil, tak tetap, bersifat selalu menolak bantuan, seringkali emosinya tak dapat dikontrol, memegang teguh pada kebiasaannya, bersifat kompulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi “menjadi-tua” dan menyenangi masa pensiun.
d)     Tipe Bermusuhan (hostility)
Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalannya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk menghindari masa yang sulit/buruk.
e)      Tipe Membenci / Menyalahkan Diri Sendiri (selfhaters)
Orang ini bersifat kritis terhadap diri sendiri dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai perkawinan yang tak bahagia, mempunyai sedikit “hobby”, merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada.
2.      Masalah-masalah yang Dialami Lanjut Usia
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh lanjut usia terlantar menurut Tody Lalenoh, antara lain :
a)      Masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik yaitu yang berkaitan dengan kesehatan, dimana para lanjut usia tersebut kurang memahami arti pentingnya kesehatan baik pada waktu sehat maupun pada waktru sakit. Dan apabila mengalami sakit tidak adanya kemampuan untuk melakukan pengobatan.
b)      Masalah yang berkaitan dengan  pemenuhan kebutuhan sosial yaitu bahwa para lanjut usia merasakan atau menyadari keberadaannya ditengah-tengah masyarakat sudah tidak diperlukan lagi.
c)      Masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi yaitu sebagian besar para lanjut usia itu sudah tidak bekerja, sehingga mereka kurang mampu memenuhi  kebutuhan hidupnya dengan baik, pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya atau saudaranya.
d)     Masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi yaitu sebagian besar para lanjut usia itu sudah tidak bekerja, sehingga mereka kurang mampu memenuhi  kebutuhan hidupnya dengan baik, pada umumnya mereka menggantungkan hidupnya kepada anak-anaknya atau saudaranya.
3.      Ciri-ciri Lanjut Usia Terlantar
Beberapa ciri/karakteristik lanjut usia terlantar,yaitu :
a)      Usia 60 tahun ke atas (laki-laki/perempuan)
b)      Tidak sekolah/tidak tamat/tamat SD
c)      Makan < 2 x  per hari
d)     Hanya mampu makan makanan berprotein tinggi (4 sehat 5 sempurna)  < 4 x per minggu
e)      Pakaian yang dimiliki < 4 stel
f)       Tempat tidur tidak tetap
g)      Jika sakit tidak mampu berobat  ke fasilitas kesehatan
h)      Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau dan mampu mengurusnya.
4.      Faktor Penyebab Lanjut Usia Terlantar
Ada beberapa faktor penyebab dimana lanjut usia menjadi terlantar, yaitu :
a)      Ketiadaan sanak keluarga, kerabat dan masyarakat lingkunganyang dapat memberikan bantuan tempat tinggaldan penghidupannya.
b)      Kesulitan hubungan antara lanjut usia dengan keluarga dimana selama ini ia tinggal;
c)      Ketiadaan kemampuan keuangan/ekonomi dari keluarga yang menjamin penghidupannya secara layak;
d)     Kebutuhan penghidupannya tidak dapat dipenuhi melalui lapangan kerja yang ada.
B.     Gelandangan
1.      Definisi Gelandangan
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum (PP No 31/ 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis).
Menurut Muthalib dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005) diberikan tiga gambaran umum gelandangan yaitu:
a)      sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya,
b)      orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai,
c)      orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan.
Penyebeb  munculnya geladangan, dilihat dari berbagai prespektif kehidupan banyak manusia , banyak hal yang mendukung, mendorong bahkan menjadi embrio yang menuju kearah munculnya gelandangan tersebut. Pemikiran tentang gelandangan mengandung anasir multidisiplin ilmu yang satu sama lainnya saling terkait yang menopang baik ilmu sosilogi, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan, etika dan estetika.

2.      Faktor Penyebab Gelandangan
Dari beberapa hasil pengamatan terhadap gelandangan, dapat disebutkan bahwa penyebab munculnya gelandangan di kota kota besar dibedakan kedalam faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi; faktor malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat fisik, dan adanya cacat psikis (jiwa). Sedangkan faktor ekstern terdiri dari; faktor ekonomi, geografi, sosial, pendidikan, psikologis, kultural, lingkungan dan agama. Faktor ekstern ini adalah faktor yang utama dan rentan untuk melahirkan gelandangan, selanjutnya dapat dijelaskan dibawah ini:
a)      Faktor ekonomi; kurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan dan akibat rendahnya pendapatan perkapita serta tidak tercukupinya kebutuhan hidup
b)      Faktor geografi; daerah asal yang minus dan tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya
c)      Faktor sosial; arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan soaial
d)     Faktor pendidikan; relative rendahnya pendidikan meyebabkan kurangnya bekal dan keterampilan untuk hidup layak, kurangnya pendidikan informal ddalam keluarga dan masyarakat
e)      Faktor psikologis; adanya perpecahan atau keretakan dalam keluarga dan keinginan melupakan pengalaman atau kejadian masa lampau yang meyedihkan serta kurangnya gairah kerja
f)       Faktor lingkungan; pada gelandangan yang telah berkeluarga atau mempunyai anak, secara tidak langsung sudah Nampak adanya pembibitan gelandanagn
g)      Faktor agama; kurangnya dasar dasar ajaran agama sehingga meyebabkan tipisnya iman, mebuat mereka tidak tahan mengahadapi cobaan dan tidak mau berusaha untuk keluar dari cobaan itu.
Ada bebrapa penyimpangan prilaku yang ditimbulkan oleh fenomena gelandangan dibawah ini adalah ;
a)      Melakukan perbuatan miras, misalnya alkoholisme dan narkoba serta sering mabuk mabukan
b)      Melakukan tindakan kriminal, misalnya penodongan, penjambretan, pencurian, pencopetan, pemalakan dan perkelahian
c)      Melakukan tindakan asusia, misalnya pemerkosaan, pencabukan dan bahkan bagi yang wanita terjerumus menjadi WTS
d)     Melakukan perbuatan mengemis dan pemulung


3.      Usaha untuk Menanggulangi Gelandangan
Dalam PP No. 31/ 1980 terdapat usaha untuk menanggulangi adanya Gelandangan. Adapun usaha yang perlu dilakukan adalah:
a)      Usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya:
                                            i.            pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya;
                                          ii.            meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
                                        iii.            pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
b)      Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat.
c)      Usaha rehabilitasi adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai Warga negara Republik Indonesia.




C.    Korban Bencana Sosial
1.      Definisi Bencana Sosial
Dalam UU No. 24/ 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Dalam Undang_Undang tesebut dijelaskan bahwa Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bahwa Bencana  dalam UU No. 24/ 2007 dibagi menjadi tiga yaitu:                                         
a)         Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b)         Bencana Non Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisai, epidemic, dan wabah penyakit.
c)         Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
2.      Masalah-masalah yang Terjadi dalam Bencana Sosial
Bencana sosial merupakan bencana yang disebabkan oleh ulah manusia (man made disasters) antara lain karena jurang perbedaan ekonomi, perbedaan paham politik di antara masyarakat, diskriminasi, ketidakadilan, kelalaian, ketidaktahuan, maupun sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat.
Guna menghindari kerugian yang lebih besar dan mencegah agar masalah yang sama tidak terjadi lagi, maka penanganan terhadap korban bencana sosial perlu mendapat perhatian khusus dan menyeluruh. Penanganan bencana sosial perlu dilakukan secara profesional sistemik dan berkelanjutan dengan sebanyak mungkin melibatkan partisipasi masyarakat. Proses tersebut mencakup berbagai kegiatan pada tataran hulu berupa pencegahan dan kesiapsiagaan untuk menghindari dan memperkecil kemungkinan terjadinya masalah, serta berbagai kegiatan pada tataran hilir berupa rehabilitasi dan rekonstruksi sosial bagi dampak-dampak yang ditimbulkannya.
Berbagai konflik dan kerusuhan sosial beberapa tahun terakhir masih sering terjadi , khususnya konflik sosial horizontal antar penduduk ,  konflik antar kelompok Gank. Hal ini merupakan ancaman serius bagi keutuhan daerah , disamping itu yang termasuk dalam ruang lingkup bencana sosial adalah kebakaran rumah, orang terlantar, orang terdampar akibat kecelakaan perahu. Dampak nyata dari persoalan ini adalah terjadinya kerugian yang besar mulai dari harta benda, nyawa manusia, serta kerusakan tatanan dan pranata sosial.
3.      Cara Mengatasi Bencana Sosial beserta Korban Bencana Sosial
Untuk meningkatkan kapasitas Indonesia dan peran serta pengaruhnya pada tata dunia, maka lima strategi nasional berikut harus secepatnya dikerjakan sebagai kontribusi riil Indonesia dalam hal pengurangan dan pencegahan bencana sosial serta kemiskinan struktural yang lebih besar. Strategi tersebut adalah:
a)      Tuntaskan masalah KKN sebagaimana menjadi tuntutan reformasi 1998 dengan mengadili kasus-kasus korupsi dengan putusan akhir hukuman mati bagi para koruptor serta pengembalian aset rakyat yang dikelola negara sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
b)      Ciptakan kebijakan publik pro rakyat [dana lebih besar untuk pendidikan, kesehatan dan kredit mikro] yang disertai dengan pengawasan ketat untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme berulang. Alokasi 20% APBN untuk sektor pendidikan dan implementasi sungguh-sungguh pendidikan dasar gratis di seluruh Nusantara menjadi contoh yang baik atas kebijakan publik pro rakyat. Asuransi kesehatan gratis bagi setiap warga negara dan jaminan layanan kesehatan gratis.
c)      Membuka seluasnya akses informasi atas proyek-proyek pemeritah yang berhubungan dengan kepentingan rakyat dan pengelolaan atas kekayaan alam [infrastruktur; jalan, listruk, air, kebijakan dan pengembangan industri migas, pembukaan lahan sawit, dll.] dan kemudahan aparatur negara dalam pelayanan publik anti KKN seperti pembuatan KTP, SIM, STNK, surat ijin usaha, tagihan pajak, dll.
d)     Perkuat relasi sipil dengan mengembangkan jaringan komunikasi intensif dengan berbagai kelompok sosial dalam masyarakat seperti komunitas bisnis, buruh, petani, kaum muda, intelektual, rohani, budayawan, untuk mencapai pemahaman bersama [mutual understanding] atas berbagai masalah sosial yang terkait dengan kepentingan dan eksistensi masing-masing.
e)      Kebebasan pers dan kepastian hukum akhirnya menjadi pilar utama menuju masyarakat yang sejahtera. Tidak ada gunanya pers yang kritis-investigatif tanpa keberlanjutan pengadilan dan eksekusi atas kasus-kasus hukum yang telah diberitakan dan berdampak pada potensi pemangkasan martabat dan HAM.

Comments

Post a Comment

Artikel Lainnya:

PERANAN PEKERJA SOSIAL

TERMINASI

PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL BIDANG PENDIDIKAN

PENGERTIAN ANAK DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Total Pageviews

Followers