Anak, Masyarakat rawan bencana, korban bencana alam


PERLINDUNGAN ANAK

Perlindungan khusus ini ditujukan kepada 10 macam kondisi atau situasi anak, yaitu;
1.      Anak yang berada dalam situasi darurat ( pengungsian, kerusuhan, bencana alam dan konflik bersenjata).
2.      Anak yang berhadapan dengan hukum (ABH)
3.      Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi
4.      Anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual.
5.      Anak yang diperdagangkan
6.      Anak yang menjadi korban penyalahgunaan Napza
7.      Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan
8.      Anak korban kekerasan, baik fisik dan atau mental
9.      Anak yang menyandang cacat
10.  Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Dari 10 situasi anak yang memerlukan perlindungan khusus ini, yang paling dominan terjadi di Kepri adalah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Biasanya anak-anak ini menjadi pelaku dari tindak pidana pencurian dan pencabulan serta kejahatan lainnya. Kebanyakan aksi pencurian anak di Kepri adalah sepeda motor. Selain terhadap pelaku, anak yang menjadi korban bahkan saksi dari tindak kriminalitas juga bisa disebut kategori ABH. Untuk korban kebanyakan adalah korban dari pencabulan. Kasus yang juga banyak dijumpai dan dilaporkan adalah anak yang diperdagangkan (trafiking), anak korban kekerasan fisik dan atau mental, korban perlakuan salah dan penelantaran, anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau sosial, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi dan anak penyandang cacat atau berkebutuhan khusus.
Bentuk pelaksanaan perlindungan khusus yang diberikan kepada 10 situasi anak di atas juga berbeda.Untuk ABH, dilaksanakan melalui; perlakuan anak secara manusiawi, penyediaan petugas pendamping khusus anak, penyediaan sarana dan prasarana khusus, penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak, pemantaauan perkembangan anak, jaminan hubungan ABH dengan orangtuanya, perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan menghindari labelisasi.
Sementara perlindungan khusus untuk korban tindak pidana dilaksanakan melalui; upaya rehabilitasi, perlindungan dari pemberitaan identitas media massa dan untuk menghindari labelisasi, jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, aksebilitas informasi perkembangan perkara.
Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, bencana dan dalam situasi konflik bersenjata dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan dasar meliputi sandang, pangan, pemukiman, pendidikan, kesehatan, bejalar, berekreasi, jaminan keamanan, dan kebutuhan khusus bagi anak yang mengalami gangguan psikososial.
Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi dilakukan melalui penyediaan prasaranadan sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri dan menggunakan bahasanya sendiri.

           Perlindungan khusus bagi anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual dilakukan melalui penyebarluasan/sosialisasi perundang-undangan yang terkait, pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi dan pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, LSM dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi.
Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan Napza dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan dilakukan melalui upaya sosialisasi perundang-undangan, pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi terhadap pelakunya.
Perlindungan khusus bagi anak penyandang cacat dilakukan melalului upaya perlakuan anak secara manusiawi, pemenuhan kebutuhan khusus, dan perlakuan yang sama dengan anak lainnya.
Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.***


MASYARAKAT RAWAN (RENTAN) BENCANA

Kerentanan (vulnerability)
Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila “bahaya” terjadi pada “kondisi yang rentan” , seperti yang dikemukakan Awotona (1997:1:2), “tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastuktur), sosial kependududkan, dan ekonomi.”
Kerentanan fisik (infrastuktur) menggambarkan suatu kondisi fisik (infrastuktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut : persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, dan jalan KA.
Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Pada kondisi sosial yang rentan maka jika terjadi bencana dapat dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian besar. Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk wanita.
Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (hazard). Beberapa indikator kerentanan ekonomi diantaranya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sector rentan (sektor yang rawan terhadap pemutusan hubungan kerja) dan persentase rumah tangga miskin. 
Gambaran umum kebencanaan
·         Ancaman gempa bumi
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara dan lempeng pasifik bagian timur. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-australia menunjam ke bawah lempeng Euro Asia. Penunjaman lempeng ini menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung aktif sepanjang pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, belok ke utara ke Maluku dan Sulawesi Utara, sesjajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng.
·         Ancaman tsunami
Gempa bumi yang disebabkan oleh interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan deformasi dasar laut yang mengakibatkan gelombang pasang dan tsunami apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia menjadi rawan terhadap ancaman tsunami.
·         Ancaman letusan Gunung api
Indonesia memiliki lebih dari 500 gunung api dengan 129 di antaranya aktif. Selain letusan-letusan besar seperti letusan gunung Tambora yang menewaskan lebih dari 92 ribu jiwa dan Krakatau lebih dari 36  ribu orang pada abad XIX, berdasarkan data pusat  Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG,2006) ada beberapa kejadian letusan lain yang menimbulkan korban jiwa besar. Dalam beberapa tahun ke depan, potensi risiko bencana gunung apiyang perlu mendapat perhatian ada 70 gunung api.
·         Ancaman Gerakan Tanah
Selain ancaman gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api, secara geologis Indonesia juga menghadapi ancaman gerakan tanah, atau yang pada umumnya dikenal sebagai tanah longsor. Hampir setiap tahun Indonesia mengalami kejadian  gerakan tanah yang mengakibatkan bencana. Korban dan kerugian besar pada umumnya terjadi pada gerakan tanah jenis aliran bahan rombakan atau banjir bandang, seperti terjadi di Nias (2001) dan Bohotok Sumatera Utara (2005). Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali pulau Kalimantan yang hanya memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni kab. Murung Raya di Kalteng dan kab. Malinau di Kaltim.
·         Ancaman Banjir
Secara geografis, wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dan memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan dengan cincin perubahan cuaca, suhu. Dan arah angina yang cukup ekstrim. Kondisi ini dapat menimbulkan ancaman-ancaman yang bersifat hidro-meteorologis seperti banjir dan kekeringan. Berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan/banjir dapat dikategorikan dalam tiga kategori:
a.       Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melbihi kapasitas penyaluran system pengaliran air yang terdiri dari system sungai alamiah dan system drainase buatan manusia.
b.      Banjir yang disebabkan oleh meningkatnya muka air sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
c.       Banjir akibat kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan,tanggul dan bangunan pengendali banjir.
·         Ancaman kekeringan
Selain ancaman banjir, ancaman alam yang bersifat hidro-meteorologis lain yang sering menimpa Indonesia adalah kekeringan. Kekeringan diartikan sebagai berkurangnya persediaan air sampai dibawah normal yang bersifat sementara, baik di atmosfer maupun di permukaan tanah. Penyebab kekeringan adalah menurunnya curah hujan pada periode yang lama yang disebabkan oleh interaksi atmosfer dan laut serta akibat ketidakteraturan suhu permukaan laut seperti yang di timbulkan oleh fenomena El-Nino. Kekeringan mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan air bagi kegiatan manusia. Kekeringan membawa akibat serius pada pola tanam,pola pengairan,pola pengoperasian irigasi serta pengelolaan sumber daya air di permukaan lainnya. Gangguan pola tanam yang serius pada gilirannya akan mengancam keamanan pangan masyarakat.
·         Ancaman kebakaran hutan dan lahan
Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Indonesia sebagian besar di akibatkan oleh kegiatan manusia dalam rangka membuka lahan, baik untuk usaha pertanian, kehutanan maupun perkebunan dan ditunjang oleh adanya fenomena alam El-Nino  yang menimbulkan kekeringan. Kebakaran hutan menimbulkan berbagai dampak kesehatan dan social-ekonomi. Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dapat mengganggu Negara-negara tengga sehingga berpotensi mengganggu hubungan kenegaraan. Daerah di Indonesia yang rawan kebakaran hutan dan lahan terutama di pulau sumatera di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang memiliki areal perkebunan dan pertanian dalam skala besar.
·         Ancaman Erosi
Indonesia juga menghadapi ancaman Erosi, yaitu perubahan bentuk tanah atau batuan yang dapat disebabkan oleh kekuatan air,dingin,es,pengaruh gaya berat atau organisme hidup. Proses erosi terutama dapat mengakibatkan penipisan lapisan tanah dan penurunan tingkat kesuburan, karena butiran tanah yang mengandung unsur hara terangkut impasan permukaan dan di endapkan di tempat lain. Erosi juga merusak daerah-daerah aliran sungai dan menimbulkan pendangkalan palung sungai serta bendungan-bendungan yang ada, dan dengan demikian mempengaruhi fungsi dan usia bendungan.

Kerentanan dan Kapasitas
Salah satu aspek yang menentukan kerentanan adalah letak suatu komunitas dari pusat ancaman. Dengan demikian, daerah rawan letusan gunung api adalah daerah yang terdapat di sekitar tubuh gunung api. Daerah seperti ini pada umumnya mempunyai daya tarik dalam rupa tanah yang subur untuk bercocok tanam, mata air dan pemandangan yang indah, sehingga masyarakat senang tinggal dan beraktivitas di wilayah tersebut. Hingga kini tercatat sekitar 5 juta orang yang tinggal di wilayah sekitar tubuh gunung api (PVMBG,2007). Mereka adalah warga masyarakat yang rentan karena tinggal terlalu dekat dengan sumber ancaman.begitu pula untuk ancaman-ancaman lainnya yang telah disebutkan di atas. Unsur kerentanan lainnya adalah tingkat kepadatan penduduk, dimana Indonesia merupakan negar kepulauan yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan data terakhir Podes tahun 2008 adalah sebanyak 231.640.960 dengan laju pertumbuhan antara tahun 2000-2005 tercatat sebesar 1,3% . salah satu masalah yang dihadapi Indonesia adalah tidak meratanya penyebaran penduduk di pulau-pulau di Negeri ini. Hampir dua pertiga penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa dan Madura. Menumpuknya populasi ini menimbulkan kerentanan, karena pulau Jawa selain banyak ancaman alam termasuk gempa bumi dan letusan gunung api, juga menghadapi ancaman kerawanan social. Dengan terbatasnya daya dukung sumber daya, dan lingkungan, lapangan kerja, dan bercampurnya masyarakat multi etnis dan budaya  di Pulau-pulu utama tersebut,maka tingkat kerawanan social akan menjadi lebih tinggi. Begitu pula dengan tingkat pertambahan penduduk yang relatif tinggi, jika tidak dikendalikan dengan baik maka akan berpotensi meningkatkan kerawanan sosial di Indonesia.  
Unsur kerentanan lainnya adalah kemiskinan, dimana secara sosial ekonomi Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan. Data BPS tahun 2007 menyebutkan bahwa Indonesia saat ini memiliki 37.168.300 penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan Indonesia lebih besar dibandingkan dengan yang tinggal di daerah perkotaan. Keadaan ini disebabkan oleh semakin tingginya tingkat urbanisasi. Banyak warga desa yang tidak memiliki keahlian datang ke kota besar untuk mencari pekerjaan, sehingga memperbesar angka kemiskinan di perkotaan. Kecenderungan ini tentunya perlu ditangani dengan baik karena kemiskinan di perkotaan dapat berinteraksi dengan tingginya tingkat ancaman di kawasan perkotaan dan menimbulkan risiko bencana yang tinggi. Wilayah yang mempunyai banyak penduduk miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya.karena diasumsikan tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. Asumsi lain yang digunakan adalah bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan suatu komunitas mengenai bencana, maka tingkat kerentanannya semakin rendah.
Dari segi kesehatan, usia harapan hidup orang Indonesia adalah 68,7 tahun. Angka kematian bayi pada tahun 2005 adalah sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran. Sementara itu, dari segi pengeluaran penduduk, pengeluaran per kapita riil disesuaikan untuk tahun 2007 adalah sebesar Rp.624.370. kerentanan wilayah dan penduduk terhadap ancaman dapat berupa kerentanan fisik, social dan/atau ekonomi. Kerentanan social ekonomi yang digunakan dalam menghitung Indeks kerentanan dalam Renas PB antara lain menggunakan Indikator laju pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, produk domestic regional bruto (PDRB), kepadatan dan jumlah penduduk, tingkat pendidikan,kesehatan,kemiskinan dan tenaga kerja. Kerentanan sosial ekonomi bersifat spesifik,tergantung jenis ancaman dan masing-masing ancaman menggunakan indikator spesifik, misalkan tsunami code untuk tsunami, indikator building code untuk gempa bumi, indikator penduduk yang tinggal di kawasan rawan bahaya (KRB) untuk ancaman letusan gunung api dsb. Dalam hal ini kapasitas menghadapi bencana, Indonesia masih terus mengembangkan diri. Dipandang dari segi kelembagaan kapasitas ini meningkat jauh dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengamanatkan dibentuknya badan independen yang menangani bencana. Dengan berdirinya BNPB di tingkat pusat dan provinsi kabupaten/kota, upaya penanggulangan bencana dapat dilaksananakan dengan lebih terarah,terpadu dan menyeluruh. Masih di butuhkan kerja keras untuk mewujudkan instansi penanggulangan bencana yang independen, mampu berkoordinasi dengan baik dengan instansi-instansi lain, dijalankan oleh staf yang cukup dan kompeten, memiliki sumber daya dan alokasi anggaran yang memadai, dan didukung dengan kebijakan penanggulangan bencana yang bermutu tinggi.
Kapasitas juga di lihat dari potensi masyarakat dalam menangkal dampak negatif bencana, termasuk mengambil langkah nyata untuk mengurangi risiko. Kapasitas masyarakat dapat dikatakan tinggi bila masyarakat mampu membangun rumah dan pemukiman yang memenuhi standar keamanan bangunan, dan memiliki simpanan asset atau sumber daya memadai untuk menghadapi situasi ekstrim. Masyarakat seperti ini mengetahui bahaya apa yang mengancam mereka dan bagaimana cara mengurangi resiko bahaya-bahaya ini, melalui gladi dan simulasi bencana, pengembangan sistem peringatan dini berbasis komunitas dan kelompok-kelompok siaga bencana. Adanya kearifan lokal dalam tanggap bencana, jaringan sosial dan organisasi mayarakat yang kuat, budaya gotong royong dan solidaritas juga merupakan unsur yang membangun kapasitas.
KONSEPSI PENGURANGAN RISIKO BENCANA
            Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistic. Pandangan konvensional menganggap bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga focus dari penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut  dengan paradigm Relief atau bantuan darurat yang berorientasi pada pemuduhan kebutuhan darurat berupa : pangan, penampungan darurat, kesehatan, dan pengatasan krisis. Tujuan penanggulangan bencana berdasarka pandangan ini adalah menekan tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan. Paradigm yang berkembang selanjutnya adalah :
a.       Paradigma Mitigasi, tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan bencana, mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, dan melakukan kegiatan-kegiatan mitigasi yang bersifat struktural (seperti membangun konstruksi) maupun non-struktural seperti penataan ruang, building code dsb.
b.      Paradigma penanggulangan bencana berkembang lagi mengarah pada faktor-faktor kerentanan di dalam masyarakat yang ini disebut dengan paradigm pembangunan. Misalnya melalui perkuatan ekonomi, penerapan tekhnologi, pengentasan kemiskinan dsb.
c.       Paradigma pengurangan risiko, pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian kepada faktor-faktor social, ekonomi dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Dalam paradigm ini penanggulangan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan risiko terjadinya bencana.  Hal yang terpenting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyekdan bukan obyek dari penanggulangan bencana dalam proses pembangunan.

Dalam paradigma sekarang, pengurangan risiko bencana yang merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Masyarakat merupakan subyek, obyek sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana. Jadi ada 3 hal penting terkait perubahan paradigma ini, yaitu :
1.      Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko.
2.      Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah.
3.      Penanggulangan bencana bukan lagi hanya urusan pemerintah tetapi juga menjadi urusan bersama masyarakat dan lembaga usaha, dimana pemerintah menjadi penanggungjawab utamanya.
Oleh karena itu, pendekatan melalui Paradigma pengurangan risiko merupakan jawaban yang tepat untuk melakukan upaya penanggulangan bencana pada era otonomi daerah. Dalam paradigma ini, setiap individu, masyarakat di daerah diperkenalkan dengan berbagai ancaman yang ada di wilayahnya, bagaimana cara mengurangi ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability) yang dimiliki, serta meningkatkan kemampuan (capacity) masyarakat dalam menghadapi setiap ancaman.

KORBAN BENCANA ALAM

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau fackor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan dan tanah longsor. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal tekhnologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang di akibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang di akibatkan oleh manusia yang meliputi konflik social antar kelompok dan antar komunitas masyarakat serta terror. Kejadian bencana adalah banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi (kabupaten/kota), jenis bencana, korban dan atau kerusakan harta benda pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu kabupaten/kota dan atau provinsi, maka dihitung sebagai satu kejadian.
Korban adalah orang/sekelompok orang yang mengalami dampak buruk akibat bencana, seperti kerusakan dan atau kerugian harta benda, penderitaan dan atau kehilangan jiwa. Korban meliputi korban meninggal, hilang, luka/sakit, menderita dan mengungsi.

Karakteristik Bencana
            Sebagai langkah awal dalam upaya penanggulangan bencana adalah identifikasi karakteristik bencana. Salah satu penyebab timbulnya bencana di Indonesia adalah kurangnya pemahaman terhadap karakteristik ancaman bencana. Sering kali seolah-olah  bencana terjadi secara tiba-tiba sehingga masyarakat kurang siap menghadapinya, akibatnya timbul banyak kerugian bahkan korban jiwa. Padahal sebagian besar bencana dapat diprediksi waktu kejadiannya dengan tingkat ketepatan peramalan sangat tergantung dari ketersediaan dan kesiapan alat serta sumber daya manusia.
            Pemahaman tentang ancaman bencana meliputi pengetahuan secara menyeluruh tentang hal-hal sebagai berikut :
-          Bagaimana ancaman bahaya timbul
-          Tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta seberapa besar skalanya
-          Mekanisme perusakan secara fisik
-          Sektor dan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan sangat terpengaruh  atas kejadian bencana
-          Dampak dari kerusakan
  Berikut ini berbagai karakteristik bencana yang sering terjadi di Indonesia :
a.       Banjir
b.      Tanah longsor
c.        Kekeringan
d.      Kebakaran hutan dan lahan
e.       Angin badai
f.       Gelombang badai/ pasang
g.      Gempa bumi
h.      Tsunami
i.        Letusan gunung api
j.        Kegagalan tekhnologi
k.      Wabah penyakit  
Menghadapi berbagai jenis bencana tersebut, maka dilakukan upaya mitigasi dengan prinsip-prinsip bahwa :
-          Bencana adalah titik awal upaya mitigasi bagi bencana serupa berikutnya
-          Upaya mitigasi itu sangat kompleks, saling ketergantungan dan melibatkan banyak pihak
-          Upaya mitigasi aktif lebih efektif disbanding upaya mitigasi positif
-          Jika sumberdaya terbatas, maka prioritas harus diberikan kepada kelompok rentan
-          Upaya mitigasi memerlukan pemantauan dan evaluasi yang terus menerus untuk mengetahui perubahan situasi
Akhir-akhir ini di Indonesia terjadi bencana alam yang beruntun. Jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut baik berupa harta benda warga masyarakat maupun prasarana public milik pemerintah cukup besar dan bahkan terjadinya pengungsian warga masyarakat yang cukup besar kini telah sangat membebani anggaran pemerintah. Salah satu pembiayaan yang cukup membebani anggaran pemerintah tersebut adalah diantaranya bantuan jaminan hidup untuk ratusan ribu jiwa pengungsi korban bencana alam yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Disamping bencana alam, akhir-khir ini Indonesia juga di hadapkan pada bencana sosial yang diakibatkan oleh ulah manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terror.
      Pengungsian warga masyarakat yang disebabkan oleh konflik social ini dibeberapa daerah juga cukup besar yang pada akhirnya juga memerlukan bantuan biaya jaminan hidup. Pemerintah juga harus mengeluarkan biaya lainnya untuk pemenuhan kebutuhan obat-obatan, tempat penampungan, stimulant, penyediaan bahan bangunan rumah bagi mereka yang ingin kembali ke lokasi hunian semula ataupun di lokasi yang baru (relokasi) termasuk untuk penyediaan air bersih, fasilitas sanitasi serta prasarana dan sarana pelayanan publik lainnya.
      Berdasarkan hal tersebut diatas, pemerintah Indonesia pada akhirnya memandang perlu untuk menetapkan kebijakan baru dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih serius secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang diundangkan pada tanggal 26 April 2007. Dan sebagai tindak lanjut dari undangannya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tersebut, oleh Menteri Pekerjaan Umum telah diterbitkan keputusan Menteri pekerjaan Umumm Nomor 233/KPTS/M/2008 tentang penetapan kembali satuan tugas dan tanggung jawab adalah merumuskan dan menyusun petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis dalam pelaksanaan penanggulangan bencana dan rehabilitasi/rekonstruksi pada tahap pasca bencana.    
      Penanganan bencana yang dipedomani dalam pedoman penyelenggaraan penanggulangan bencana ini adalah penanganan pada tahapan sebelum terjadi bencana, pra bencana, dan yang kemudian diikuti dengan penanganan berikutnya pada tahap pasca bencana yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi.

a.       Tahap Pra bencana

Dalam tahap pra bencana kegiatan pencegahan/mitigasi bencana dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dalam bentuk penegakan hokum/peraturan pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan fisik di lapangan yang bertujuan untuk mengurangi dampak kerugian yang terjadi bila terjadi suatu bencana seperti antara lain dengan memenuhi rencana tata ruang dan tata bangunan yang telah ditetapkan. Upaya-upaya cepat dan tepat yang perlu ditempuh dalam menghadapi situasi darurat pada saat kejadian bencana seperti antara lain dengan pemasangan dan pengujian system peringatan dini untuk pengamatan gejala bencana dan penyediaan serta penyiapan bahan,barang, dan peralatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam rangka pemulihan prasarana dan sarana bidang ke pembangunan.

b.      Tahap tanggap darurat

Pada saat tanggap darurat dukungan yang diberikan dalam kegiatan penyelamatan/evakuasi korban bencana adalah dengan penyediaan dan pengoperasian peralatan yang diperlukan untuk mendukung dan memberikan akses bagi pelaksanaan kegiatan pencarian dan penyelamatan/evakuasi korban bencana beserta harta bendanya dilokasii dan keluar dari lokasi bencana. Kegiatan ini dilakukan untuk memulihkan kondisi dan fungsi prasarana dan sarana, khususnya bidang ke-PU-an yang rusak akibat bencana yang bersifat darurat/sementara namun harus mampu mencapai tingkat pelayanan minimal yang dibutuhkan, dan menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi perawatan dan penampungan sementara para pengungsi/masyarakat korban bencana.
c.       Tahap pasca bencana
-          Dalam tahap pasca bencana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan harus di upayakan untuk melibatkan peran serta warga masyarakat.
-          Bantuan dari pemerintah diutamakan berupa stimulant yang diharapkan akan dapat mendorong tumbuhnya keswadayaan masyarakat
-          Pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi diutamakan bagi prasarana dan sarana bidang ke-PU-an dan rumah tangga bagi warga masyarakat miskin yang tidak mampu dengan pendekatan tridaya dalam pelaksanaannya.



Comments

Artikel Lainnya:

PERANAN PEKERJA SOSIAL

TERMINASI

PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL BIDANG PENDIDIKAN

PENGERTIAN ANAK DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Total Pageviews

Followers