Pengertian Pendidikan Non Formal
Pengertian
Pendidikan Non Formal
Pendidikan nonformal adalah aktivitas pendidikan di
luar pendidikan formal, dilakukan secara mandiri, terorganisir, dan sistematis,
untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan nonformal bisa berlangsung di mana saja, dan bisa diprakarsai oleh
siapa saja. Tidak harus pemerintah tetapi juga masyarakat bisa memprakarsainya. Warga
belajar atau peserta didik dalam pendidikan nonformal adalah tertentu. Intinya
adalah warga masyarakat yang cenderung tidak memperoleh akses memadai terhadap
layanan pendidikan formal utamanya karena kemiskinan dan ketidakberdayaannya.
Pendidikan Non formal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil
program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan. Sedangkan menurut Axin, pendidikan
nonformal adalah kegiatan belajar yang disengaja oleh warga dan pembelajar
di dalam suatu latar yang di organisasi (berstruktur) yang terjadi di luar
sistem persekolahan.
·
Ciri-ciri pendidikan
nonformal :
Menurut Faisal,
pendidikan nonformal mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a.
Berjangka pendek pendidikannya
b.
Program pendidikannya merupakan
paket yang sangat khusus
c.
Persyaratan pendaftarannya
lebih fleksibel
d.
Sekuensi materi lebih luwes
e.
Tidak berjenjang kronologis
f.
Perolehan dan keberartian
ijazah tidak seberapa terstandarisasi, contoh : kursus, penataran, dan latihan
Masalah
dan tantangan dalam pendidikan non formal
Permasalahan pendidikan nonformal bukan hanya
sekedar persoalan masyarakat yang buta aksara, angka dan buta Bahasa Indonesia.
Akan tetapi permasalahan pendidikan nonformal semakin meluas seperti:
1. Ketidak
jelasan penyelenggaraan pendidikan noformal (standar-standar penjaminan mutu
pendidikan nonformal)
2. Ketidak
jelasan sistem insentif bagi pendidik dan tenaga kependidikan nonformal
3. Masih
banyaknya lembaga penyelenggara pendidikan nonformal yang belum professional
4. Kurangnya
lembaga penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan nonformal.
Permasalahan
lain yang berkaitan dengan program-program pendidikan nonformal adalah masalah
sasaran didik (warga belajar) yang selalu bergulat dengan: masyarakat miskin,
terdiskriminasi, penganggur, masyarakat yang kurang beruntung, anak jalanan,
daerah konflik, traffiking, penganggur, masyarakat pedalaman, daerah perbatasan
dll. Di samping itu pula persoalan pendidikan nonformal juga terletak pada
tidak adanya kepedulian kita sebagai masyarakat yang melek pendidikan terhadap
keberadaan pendidikan nonformal dan kondisi masyarakat sekitar.
Menteri
Sosial Bachtiar Chamsyaah menyebutkan, bahwa jumlah masyarakat miskin di
Indonesia mencapai 36,1 % dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia, termasuk di
dalamnya penduduk fakir miskin sebanyak 14,8 juta, rata-rata masyarakat miskin
tersebut tidak memperoleh pendidikan yang layak bagi anak-anaknya dan dalam
kondisi yang buta huruf (Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat menyebutnya
dengan buta akasara, angka latin dan Bahasa Indonesia atau berkeaksaraan
rendah/buta aksara parsial), pengangguran, tinggal dipemukiman kumuh, daerah
perbatasan, daerah pedalaman, pulau terluar, tidak terakses sekolah dll.
Seperti
diketahui, bahwa Pendidikan Nonformal bertujuan untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan individual itulah yang dominan menjadi karakteristik pendidikan
nonformal di negara-negara maju Barat. Sedangkan dinegara-negara sedang
berkembang, pendidikan nonformal tidak sekedar bertujuan untuk melayani
kebutuhan individual seperti di negara-negara maju Barat, tetapi juga untuk
memenuhi tujuan-tujuan sosial (social goals) sesuai dengan misi
pembangunan nasional masing-masing negara, termasuk di dalamnya misi
pemberantasan buta aksara, pemberdayaan kaum perempuan, pemberdayaan masyarakat
daerah-daerah tertinggal, daerah pedalaman, suku trasing, daerah perbatasan dan
dipulau pulau luar. Kesertaan
menjadi warga belajar pada pendidikan nonformal yang dimaksudkan untuk memenuhi
tujuan individual lazimnya atas pilihan sukarela, yaitu mengikuti suatu program
atas kehendak dan pilihannya sendiri. Sedangkan kesertaan sebagai warga belajar
pada program pendidikan nonformal yang tergolong bertujuan sosial (untuk
memenuhi social goals) umumnya atas dasar suatu kewajiban sosial
guna menyukseskan cita-cita bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(Rogers, 1993: 1-2).
Fordham
(1993), menyatakan bahwa sejak tahun 1970-an, ada empat karakteristik dasar
yang berkaitan dengan peran strategi pendidikan nonformal di masyarakat:
a.
Relevan dengan
kebutuhan kelompok masyarakat (orang-orang) yang tidak beruntung,
b.
Ditujukan dan memiliki
perhatian khusus pada kategori sasaran-sasaran tertentu,
c.
Terfokus pada program
yang sesuai dengan kebutuhan,
d.
Fleksibel dalam
pengorganisasian dan dalam metoda pembelajaran.
Tantangan
pendidikan nonformal bukan hanya sekedar menyelesaikan masalah masalah tersebut
di atas, akan tetapi tantangan utama Pendidikan Nonforamal adalah masih
banyaknya masyarakat yang belum mengerti dan mengenal secara jelas tentang
keberadaan dan peran pendidikan nonformal di tengah-tengah mereka. Seringkali
masyarakat bertanya tentang apa itu PLS (pendidikan luar sekolah), apa itu PKBM
(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), apalagi tentang PNF (pendidikan nonformal)
sebagai istilah baru (sebutan lain bagi PLS). Berdasar pada Undang Undang
sistem pendidikan nasional, PLS merupakan sub sistem dari pendidikan nasional.
Dengan rendahnya pemahaman dan partisipasi masyarakat terhadap program-program
PLS, maka kondisi itu memunculkan masalah baru yaitu; Sulitnya mempertahankan
lembaga-lembaga penyelenggara satuan pendidikan nonformal agar tetap eksis dan
profesional dalam menyediakan layanan pendidikan alternatif bagi masyarakat
yang membutuhkan, Banyak sekali PKBM dan penyelenggaraan satuan Pendidikan Non
Formal lainnya yang bubar, karena didirikan seadanya dan menunggu bantuan dari
pemerintah. Padahal kita sangat hawatir kalau PKBM, dan lembaga sejenis lainnya
bubar, sehingga tidak ada lagi lembaga penyelenggara pendidikan nonformal yang
dapat melayani kebutuhan pendidikan masyarakat di luar pendidikan formal.
Kekahwatiran itu muncul dikarenakan masih tidak jelasnya standar-standar yang
dapat dijadikan patokan bagi penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal,
sulitnya dan tidak adanya pendidik yang mau membelajarkan masyarakat dan masih
sedikitnya lembaga pendidikan tinggi (jurusan PLS) yang tetap eksis mengkaji
keilmuan, praktik dan menciptakan model-model pembelajaran pendidikan
nonformal.
Link Download Tekan DISINI
Link Download Tekan DISINI
Comments
Post a Comment